Not Older Yet
Aku pikir semuanya sudah berubah. Aku pikir segalanya sudah berada di jalan yang benar dan di waktu yang tepat. Aku pikir apa yang selama ini aku lakukan sudah seperti apa yang aku harapkan. Aku pikir aku tidak perlu risau jika aku membiarkan tiap detilnya kuserahkan seperti apa yang orang lain inginkan.
Aku pikir aku telah berubah. Sayangnya itu hanya pikiranku saja.
Selama ini, aku merenungkan tiap kali aku selesai melakukan sesuatu.
"Apa sudah sesuai?"
"Mungkinkah bukan begini cara kerjanya yang seharusnya?"
"Coba aku tadi melakukannya sedikit lebih berhati-hati, pasti tidak akan begini hasilnya."
"Bisakah aku menjadi manusia normal sekarang?"
Kicauan itu masih terngiang sampai saat ini. Sungguh aku lelah sendiri mendengarkannya. Seolah-olah aku sedang berdiskusi dengan orang lain yang ada di dalam diriku. Entah siapa dia.
Suatu waktu aku pernah membenci diriku sendiri lebih dari apapun. Kemudian aku benci melihat cermin yang merefleksikan dan menghadirkan sesosok manusia yang tidak berguna itu di depan mataku. Rantai kebencian itu lalu menjalar sampai titik yang tidak kuketahui. Mematikan ingatan apa yang seharusnya kugenggam dan kulepas.
Ya, semacam disfungsi jiwa dan raga. Aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan. Aku hanya sekadar hidup tanpa isi. Di sinilah "Orang" itu mendapatkan celahnya. Seketika saja dia muncul dengan semena-mena kemudian mengambil kontrol penuh akan diri ini. Secara otomatis aku terpaksa kehilangan kuasaku.
Selama itu aku terus dan terus memperbaiki diri untuk menjadi seperti apa yang "Orang" itu minta. Aku melakukan segala hal yang tidak biasa aku lakukan demi menuruti kemauannya. Silahkan anggap saja aku gila, tapi aku dengan pasrah dan sukarela mengikuti kemauannya. Karena aku sendiri tidak tahu apa yang harus aku lakukan demi menjadi sesorang yang lebih baik. Menjadi versi terbaik diriku yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
Aku berjuang untuk menjadi diriku yang sekarang. Semua berkat "Orang" yang ada di dalam tubuhku, yang dengan senantiasa membantuku mencapai ke titik ini. Aku sungguh berterimakasih kepadanya karena telah membantuku untuk menjadi versi terbaik diriku. Aku kehilangan kata-kata untuk mengungkapkannya lebih lanjut, tapi yang jelas aku merasa aku sudah kembali di jalan yang seharusnya aku berada.
Tapi nyatanya itu hanya perasaanku saja.
Aku sadar ternyata aku belum berubah sama sekali. Aku tetaplah aku yang membosankan. Aku masihlah aku yang saat itu. Aku masih saja berada di pikiran yang sama: menjijikan. Mungkin aku bertambah sedikit lebih besar, namun itu tak berarti banyak. Benci untuk mengakui ini, tapi aku masih manusia yang sama seperti dulu.
Dikecewakan dengan perjuangan sendiri sungguh mengesalkan. Dari pengalamanku sendiri aku belajar bahwa, humans can never change, they'll repeat eventually sooner or later. Tidak ada yang benar-benar berubah.
Komentar
Posting Komentar