Act IV : Si Lampungan


Manusia berkulit sawo kelewat matang dan nyaris busuk ini berasal dari Lampung. Walau berasal dari bagian pulau Sumatera, dan mungkin juga telah lama hidup di sana, tapi bahasa jawanya dia kentel banget buos. Alias fasih abis. 

Pria ini suka sekali menjunjung tinggi produk kopi Nescafe yang notabene proses produksinya berasal dari Lampung. Jika ia melihat ada plat kendaraan yang berasal dari Lampung di jalanan, ia akan girang sendiri, seakan-akan ia menemukan saudara sebangsa serta spesiesnya yang telah lama hilang entah ke mana. Dan dia selalu bangga dengan apapun itu yang berbau Lampung. Tak salah jika aku sering menyebutnya dengan julukan Lampungan.

Namanya Rio. Jika aku satu kelas dengannya, maka di presensi, nama dia selalu akan ada tepat di atasku. Karena nomor induk mahasiswa kami hanya terpaut satu nomor saja.

Manusia ini suka sekali hinggap di kamar kos ku. Kalau dibandingkan dengan tingkat kehadiran kuliah, maka tingkat kehadiran dia di kamarku jauh lebih tinggi ketimbang tingkat kehadiran dia di kampus.

Pernah saking malasnya dia untuk pulang, hampir satu minggu dia tidur di kosku, dan selama itu pula dia tidak mengganti celana dalamnya. Aku tidak bakal melupakannya. Dengan rasa simpatiku terhadap Rio Jr. yang sedang terancam masa depannya akibat kenyamanannya terganggu, maka aku menyuruh Rio untuk segera pulang, dan kembali jika segala urusannya sudah beres.

Yang aku salutkan dari dia adalah perjuangan hidupnya di perantauan. Uang bulanan miliknya hanya setengah dari uang bulananku. Dari yang aku tahu, selama seminggu dia mempunyai jatah maksimal 100rb. Itupun sudah termasuk biaya bensin dan kebutuhan-kebutuhan lainnya selain makan. Hebatnya, terkadang dari 100rb seminggu itupun masih bisa ia sisakan, entah bagaimana caranya.

Sepertinya mie dan telur sudah membumi di badannya, dan aku rasa pola hidup seperti ini tidak baik jika dijalani terus menerus dalam jangka panjang. Aku suka kasihan melihatnya seperti itu. Semoga dewa kehidupan meringankan bebanmu kawan.

Berbahagialah kalian para manusia-manusia manja di luar sana. Jangan cengeng ketika tidak ada ayam KFC di piringmu. Jangan mengeluh ketika orang tuamu sedikit terlambat mentransfer-kan duit untuk uang sakumu. Kurang-kurangilah gaya hidup hedonisme mu itu. Kurang-kurangi juga dramamu yang super sepele itu, stop playing victim. Hidup sudah cukup sumpek, jadi jangan ditambah lagi dengan gaya-gaya anehmu..

Komentar