Act I : Campus
Hampir dua tahun aku mengenyam pendidikan di tempat ini. Rasanya seperti baru kemarin saja aku mendaftar di kampus ini. Walaupun biaya pendidikan di tempat ini terbilang cukup mahal, tetapi di balik itu semua aku mendapatkan banyak pengalaman berharga yang tak akan terlupa, terutama di organisasi yang aku ikuti. Aku banyak menemukan spesies-spesies baru di sana.
Aku masih ingat saat-saat aku mendaftar di kampus ini. Berbekal perlengkapan administrasi, dan isi dompet yang seadanya, aku tiba di tempat ini untuk melakukan tes ujian masuk. Padahal pendaftaran masih termasuk gelombang satu, tetapi sudah banyak saja yang mendaftar. Baru satu minggu lebih sedikit pintu pendaftaran mahasiswa dibuka, ternyata kampus ini sebegitu diminati. Begitu batinku berpikir setelah berada di ruang ujian.
Satu ruang ujian mungkin menampung sekitar empat puluhan calon mahasiswa dari beraneka latar belakang. Pada tahunku, ujiannya hanya berisi tentang soal matematika dan bahasa inggris. Aku cukup kesulitan menghadapi matematika. Jangan kalian tanya kenapa, yang jelas alasannya sama seperti kebanyakan orang. Berbeda jauh dengan soal-soal bahasa inggrisnya, pikiranku sangat leluasa untuk pelajaran itu.
Sampailah di mana kami harus menunggu hasil yang akan kita peroleh dari ujian tersebut. Biasanya di kampus-kampus lain, ketika ujian masuk, maka pengumumannya dilakukan bisa tiga hari sampai lebih dari seminggu untuk mengetahui hasilnya. Berbeda dengan kampus ini yang langsung memberitahukan secara langsung.
Amplop pengumuman sudah aku pegang. Sangat ragu-ragu sekali aku untuk membukanya. Aku lalu melihat sekitarku, terdapat banyak calon mahasiswa yang ditemani oleh orang tuanya atau walinya. Mungkin saat itu hanya aku saja yang sendirian tanpa ditemani siapapun. Aku berhenti sejenak melihat reaksi-reaksi mereka ketika sudah mengetahui isi amplop tersebut. Kebanyakan mereka semua tersenyum, tanda bahwa mereka diterima, ada juga satu orang yang tak jauh dari tempat aku duduk terlihat kecewa ketika melihat isi amplop itu, tanda bahwa aku harus siap-siap menerima apapun hasilnya.
Karena sendirian dan tidak ada yang menemani, rasanya berat sekali hanya untuk membuka amplop itu, aku yakin rasanya pasti berbeda jika ada satu orang saja yang bisa menemaniku saat itu.
Ketika aku memberanikan diri, dan membukanya, yang kucari hanya kalimat kuncinya saja. Ku abaikan semua tetek bengek sambutan-sambutan itu. Aku pun tersenyum, lalu mengepalkan tangan kananku dan dengan sedikit berteriak aku acungkan kemenanganku di dalam hati.
Salah satu ibu dari calon mahasiswa yang berada di sampingku, ternyata memergokiku cengegesan sendiri. Dia lalu melempar senyum kepadaku kemudian beliau berkata, "Keterima ya dik?" sambil mengakhirinya dengan senyuman lagi. "Iya bu hehe," jawabku simpel setengah malu.
Komentar
Posting Komentar